muter

Laman

Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Kami mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(( مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ

“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)“.

HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.

Kamis, 14 Agustus 2014

Bahaya Kebiasaan Tidur Pagi

Kita telah ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah dan di antara waktu yang kita diperintahkan untuk memanfaatkannya. Akan tetapi, pada kenyataannya kita banyak melihat orang-orang melalaikan waktu yang mulia ini. Waktu yang seharusnya dipergunakan untuk bekerja, melakukan ketaatan dan beribadah, ternyata dipergunakaan untuk tidur dan bermalas-malasan.
Saudaraku, ingatlah bahwa orang-orang sholih terdahulu sangat membenci tidur pagi. Kita dapat melihat ini dari penuturan Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur yaitu bahwa banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Beliau rahimahullahmengatakan,
“Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan.
Waktu tidur yang paling bermanfaat yaitu :
[1] tidur ketika sangat butuh,
[2] tidur di awal malam –ini lebih manfaat daripada tidur di akhir malam-,
[3] tidur di pertengahan siang –ini lebih bermanfaat daripada tidur di waktu pagi dan sore-. Apalagi di waktu pagi dan sore sangat sedikit sekali manfaatnya bahkan lebih banyak bahaya yang ditimbulkan, lebih-lebih lagi tidur di waktu ‘Ashar dan awal pagi kecuali jika memang tidak tidur semalaman.
Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang sholih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barokah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah)
BAHAYA TIDUR PAGI [1]
[Pertama] Tidak sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah.
[Kedua] Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush sholih (generasi terbaik umat ini), bahkan merupakan perbuatan yang dibenci.
[Ketiga] Tidak mendapatkan barokah di dalam waktu dan amalannya.
[Keempat] Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya.
Maksud dari hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Sa’adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.
[Kelima] Menghambat datangnya rizki.
Ibnul Qayyim berkata, “Empat hal yang menghambat datangnya rizki adalah [1] tidur di waktu pagi, [2] sedikit sholat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat.” (Zaadul Ma’ad, 4/378)
[Keenam] Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222)


[1] Pembahasan berikut disarikan dari tulisan Ustadz Abu Maryam Abdullah Roy, Lc yang berjudul ‘Tholabul ‘Ilmi di Waktu Pagi’ dan ada sedikit tambahan dari kami.

****
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Ruginya Tidur Setelah Shubuh

Bismillah, wasshalatuwassalaamu ‘ala rasulillah wa ‘ala aalihi waman tabi’ahu biihsan ila yaumiddiin…
Ramadan telah tiba kita bersyukur kepada Allahta’ala karena diberi kesempatan untuk bertemu dengan  bulan yang mulia ini dan menimba pahala yang banyak di dalamnya, karena itu, hendaknya kita manfaatkan kesempatan ini semaksimal mungkin. Hanya saja ada satu kebiasaan buruk yang menjamur, terutama di bulan Ramadhan. Kebiasaan itu adalah tidur di waktu pagi. Ada banyak hal yang menjadi sebab kita tidur pagi. Diantaranya karena sebagian kita tidak terbiasa bangun untuk sahur atau karena sahur terlalu dini di tengah malam atau karena makan sahur terlalu banyak, dan sebab lainnya. Lalu  apakah kerugian tidur diwaktu pagi? Mari kita simak  tulisan barikut.
·         Kehilangan barakah pagi hari
Sebagaimana terdapat dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Abu Daud dan lainnya dari hadis Sakhr bin Wada’ah al Ghamidi radliyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi hari mereka”. Ini adalah doa yang agung yang  Rasulullah panjatkan agar umatnya memberi perhatian yang besar kepada waktu pagi.¹
·         Bisa ketinggalan waktu shalat subuh
Tidak sedikit dari kita tidur setelah sahur sehingga hal ini bisa menyebabkan ketinggalan jamaah shalat subuh (bagi laki-laki) atau bahkan kehilangan waktu shalat subuh.
·         Menyelisihi kebiasaan para salaf
Sebagian ulama salaf membenci tidur setelah shalat subuh.
Dari ‘Urwahin bin Zubair, beliau mengatakan, “Dulu Zubair melarang anak-anaknya untuk tidur di waktu pagi
Urwah mengatakan, “Sungguh jika aku mendengar bahwa  seorang itu tidur di waktu pagi maka aku pun merasa tidak suka dengan dirinya”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no 25442 dengan sanad yang sahih].
Yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah setelah mereka melaksanakan shalat subuh  mereka duduk di masjid hingga matahari terbit.
Dari Sammak bin Harb, aku bertanya kepada Jabir bin Samurah, “Apakah anda sering menemani duduk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. jawaban Jabir bin Samurah, “Ya, sering. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah meninggalkan tempat beliau menunaikan shalat shubuh hingga matahari terbit. Jika matahari telah terbit maka beliau pun bangkit meninggalkan tempat tersebut. Terkadang para sahabat berbincang-bincang tentang masa jahiliah yang telah mereka lalui kemudian mereka tertawa-tawa sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum-senyum saja mendengarkan hal tersebut” (HR Muslim).
Skakhr al Ghamidi mengatakan, “Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengirim pasukan perang adalah mengirim mereka di waktu pagi”.
Shakhr al Ghamidi adalah seorang pedagang. Kebiasaan beliau jika mengirim ekspedisi dagang adalah memberangkatkannya di waktu pagi. Akhirnya beliau pun menjadi kaya dan mendapatkan harta yang banyak. Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah namun ada salah satu perawi yang tidak diketahui. Akan tetapi hadits ini memiliki penguat dari Ali, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dll.²
·         Membuat malas dan melemahkan badan
Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur, beliau menyatakan bahwa banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Beliau rahimahullah mengatakan, : “Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan. Tidur pagi juga Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Sa’adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.³
·         Pagi adalah waktu dibaginya rizki
Imam Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitabnya Zaadul Ma’aad, bahwasannya orang yang tidur di pagi hari akan menghalanginya dari mendapatkan rizki. Karena waktu subuh adalah waktu di mana makhluk mencari rizkinya, dan pada waktu tersebut Allah membagi rizki para makhluk.
Dan beliau menukil dari Ibn ‘Abbas radliyallahu ‘anhu bahwasannya dia melihat anaknya tidur di waktu pagi maka ia berkata kepada anaknya ‘bangunlah engkau! Apakah kamu akan tidur sementara waktu pagi adalah waktu pembagian rezki? ¹
Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah(pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang shalih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barakah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah).³
Semoga Allah selalu memberi taufiq dan hidayahnya kepada kita semua.
Wa shallaatu wassalaam ‘ala anbyai wal mursaliin wal hamdulillahi rabbil ‘aalamiin
***
muslimah.or.id
Penulis: Ismiati Ummu Maryam
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji’ :
1.      Syaikh prof. ‘Abdurrazaaq al-Badr, syarah  hadist doa subuh. Mp3
2.      Tegar diatas Sunnah, blog Ustadz Aris Munandar. Hukum tidur setelah subuh
3.      mengenal ajaran islam lebih dekat,disusun oleh Muhammad ‘Abduh Tuasikal.ST. Kebiasaan tidur pagi ternyata berbahaya


Beberapa Tips Agar Anda Mudah Bangun Shalat Shubuh



            الحمد لله الحليم الكريم رب العرش العظيم ، وصلى الله وسلم على عبده ورسوله محمد وآله وسلم تسليما أما بعد:
Di hari-hari di musim panas ini banyak masjid mengalami kemunduran yang besar, terutama dalam jumlah jamaah solat subuhnya, disebabkan pendeknya waktu malam dan tenggelamya kebanyakan orang dalam prilaku bergadang yang berlebihan…
Bahkan banyak dari kalangan orang-orang baik terjerumus dalam fitnah ini, diantaranya sebagian imam-imam dan muadzin, kedudukan mereka bisa menimbulkan dampak yang lebih besar, karena mereka memikul tanggung jawab,  kelalaian mereka dapat berimbas terhadap jamaah masjid
Keutamaan solat subuh berjamaah sangatlah besar, sedang melalaikanya adalah berbahaya, meski hanya dua hadits cukuplah menunjukan hal itu, dua hadits itu adalah:
عن عثمان رضي الله عنه عن الرسول الله صلى الله عليه وسلم قال: « من صلى العشاء في جماعة ، فكأنما قام نصف الليل ، ومن صلى الصبح في جماعة ، فكأنما صلى الليل كله » . رواه مسلم
“ Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamia bersabda: “ Barang siapa solat isya‘  berjamaah, maka seakan-akan ia solat separuh malam, dan barang siapa solat subuh berjamaah, maka seakan-akan ia solat malam seluruhnya”. (HR: Muslim).
Dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda:
« إن أثقل صلاة على المنافقين صلاة العشاء ، وصلاة الفجر ، ولو يعلمون ما فيها لأتوهما ولو حبوا ، ولقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ، ثم آمر رجلا فيصلي بالناس ، ثم انطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة فأحرق عليهم بيوتهم بالنار » . متفق عليه .
“ Sesungguhnya solat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah solat isya’ dan solat subuh, kalau sekiranya mereka mengetahui apa yang terdapat di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangai keduanya meski dengan terjatuh, dan sunggguh aku telah berhasryat untuk memerintahkan seseorang  agar mendirikan solat, kemudian akau meminta seseorang agar menjadi imam, lalu aku pergi bersama orang-orang membawa kayu bakar kepada kaum yang tidak hadir solat, lalu aku bakar mereka dengan rumah-rumah mereka dengan api.” (HR: Bukhari Muslim).
Dan saya akan menyertakan bersama sarana-sarana tersebut beberapa kisah dan peristiwa yang terjadi pada sebagian salaf agar kita dapat melihat sejauh mana perhatian mereka terhadap hal itu:
Pertama: Dalam kitab musnad Abdurrozak 1/526:
Dari Ma’mar dari az-Zuhri dari Sulaiman bin Abi Hatsamah dari as-Syifa’ binti Abdullah ia berkata:(( Umar masuk ke rumahku, ia mendapatkan dua orang laki-laki sedang tidur di sisiku, ia berkata: apa yang terjadi pada kedua orang ini, mereka tidak ikut solat bersamaku?, aku menjawab: wahai Amirul mukminin mereka berdua telah solat bersama orang-orang – saat itu dalam bulan ramdhan – mereka berdua solat terus menerus hingga subuh, lalu mereka solat subuh kemudian tidur, Umar berkata:sungguh solat subuh berjamaah bagiku lebih aku cintai dari pada aku solat semalam hingga subuh)).
Kedua: Dalam kitab musonnaf Abdurrozak 1/527:
Dari Abdurrozak bin Abi Ruwad dari Nafi’ dari Ibnu Umar ia berkata: (( Dahulu jika ia mendapatkan isya‘ bersama orang-orang maka ia solat beberapa rakaat kemudian tidur, dan apabila tidak mendapatkanya dengan jamaah maka ia menghidupkan malamnya, ia berkata: sebagian keluarga Ma’mar memberitahuku bahwa ia melakukan itu, lalu aku sampaikan hal itu kepada Ma’mar maka ia berkata: dahulu Ayub melakukan hal itu)).
Ketiga: Abu Nuaim berkata dalam kitab hilyatul auliya’ 12/9:
Ahmad bin Is’hak bercerita kepada kami, Abdurrahman bin Muhammad bercerita kepada kami, Abdurrahman bin Umar bercerita kepada kami, Yahya bin Abdurrahman bin Mahdi bercerita kepadaku: bahwa bapaknya qiyamullail – yakni menghidupkan seluruh malamnya dengan solat – , dan tatkala terbit fajar ia melempar dirinya ke ranjang – yakni tidur – dan melalaikan solat subuh hingga terbit matahari, maka ia mengatakan: ini adalah kesalahan ranjang ini terhadapku, maka ia memberi sangsi terhadap dirinya dengan tidak akan memakai alas apapun dalam tidurnya, dan ia juga mendera dirinya selama dua bulan hingga kedua pahanya terluka seluruhnya.
Keempat: Khatib al-Baghdadi berkata dalam kitab tarikh Baghdad 10/320:
Muhammad bin Ahmad bin Rozak memberitahu kami, ia berkata: aku mendengar Abul qosim Ali bin al-Hasan bin Zakariah al-Qothi,i as-Sya’ir berkata:  aku mendengar Abulqasim Abdullah bin Muhamad bin Abdullah al-Aziz al-Baghowi berkata: aku mendengar Ubaidillah bin Umar al-Qowariri berkata: Hampir aku tidak pernah melalaikan solat isya’ dengan berjamaah, lalu datang seorang tamu aku disibukan denganya, setelah itu aku keluar untuk mencari solat jamaah di kabilah-kabilah Bashrah, namun semua orang ternyata telah selesai solat, aku berkata dalam hatiku: diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baahwa beliau bersabda:
   صلاة الجميع تفضل على صلاة الفذ إحدى وعشرين درجة
“ Solat berjamaah lebih utama atas solat sendirian dengan dua puluh satu derajat” dan diriwayatkan “ dua puluh lima derajat” dan diriwayatkan “ dua puluh tujuh derajat” lalu aku pulang ke rumahku dan aku solat isya’ di waktu yang terakhir dua puluh tujuh kali, kemudian aku tidur, aku bermimpi sedang mengendarai kuda bersama kaum, aku naik kuda seperti kuda-kuda mereka, kami saling berkejaran dan kuda-kuda mereka mendahului kudaku, aku pukul kudaku agar menyusul mereka, aku menoleh ke salah seorang dari mereka yang paling belakang, ia mengatakan; jangan kau paksa kudamu, kamu tidak berhak atas apa yang kami miliki, aku berkata: kenapa begitu? Ia berkata: karena kami solat isya’ berjamaah.
Kelima: Abu Nu’aim berkata dalam kitab al-hilyah 6/183:
Ibrahim bin Abdul Malik bercerita kepada kami, Muhammad bin Ishak bercerita kepada kami, Qutaibah bin Sa’ad bercerita kepada kami, Marwan bin Salim alQory bercerita kepada kami, Mas’adah bin al-Yasa‘ al-Bahili bercerita kepada kami dari Sulaiman bin Abi Muhamad, Ghalib al-Qathon bercerita kepada kami bahwa orang-orang datang kepada beliau saat pembagian warisan untuk mereka, ia membagi warisan itu kepada mereka semua, hingga waktu sore, maka ia kembali ke tempat tidurnya dalam keadaan letih, lalu ia bersandar ke satu masjid miliknya, lalu tertidur, datang seorang mu’adzin bertatswib, maka berkatalah wanita kepadanya: Bukankah kamu melihat mu’adzin- semoga Allah merahmatimu – ia bertatswib di atas kepalamu?, ia mengatakan: Dasar kamu biarkan aku, kamu itu tidak tahu apa yang telah terjadi padaku hari ini, lalu ia (mu’adzin) bertatswib terus menerus dan setiap kali itu pula wanita tersebut membangunkanya dan ia selalu mengatakan biarkan aku, hingga sampai pertengahan malam ia bangun dan solat dalam keadaan tidak ingat dan tidak tahu beberapa kali imam solat, lalu ia mengulang solat al- maktubah (wajib itu) sebanyak dua puluh empat kali, kemudian ia tidur, ia bermimpi pergi dari rumahnya ke suatu kedai,di perjalanan ia menemukan uang empat dinar, ketika itu ia membawa kantong yang memiliki tiga pintu, maka ia memasukan uang dinar tersebut ke dalam salah satu pintu kantong, ia bercerita:  Aku diam sejenak, tiba-tiba ada orang yang  mencari dinar-dinar itu dengan menyebut  terus-menerus empat dinarnya yang hilang, maka aku sembunyi darinya, kemudian setelah itu aku memanggilnya, aku berkata kepadanya: wahai pemilik dinar, ini adalah dinarmu, aku berpaling untuk membuka kantong dan memberikan dinar-dinar itu kepadanya, namun ternyata kantongnya sobek dan dinar-dinar itu lenyap!, aku berucap: wahai pemilik dinar sungguh dinar-dinarmu hilang, ambilah gantinya, maka ia memegang sisi bajuku dan mengatakan: Aku tidak mau terima kecuali dinar-dinarku yang sama seperti aslinya, lalu aku terbangun saat ia masih memegang sisi bajuku, lalu aku pergi kepada Ibnu Sirin, aku ceritakan kejadian itu kepadanya, ia berkata: Adapun tertakait kamu tertidur dari solat isya‘, maka beristighfarlah dan jangan kamu ulangi lagi.
Sulaiman berkata: Dan Golib al-Qottoni bercerita kepadaku: Kemudian aku diuji dengan kejadian serupa, aku bersandar pada masjid tersebut, lalu mua’dzin mengumandangkan azan dan bertatswib, setiap kali itu pula wanita tersebut membangunkanku – semoga Allah merahmatimu- dan aku tidur hingga waktu yang sama dengan waktu aku tidur pada kali yang pertama, lalu aku bangun dan solat sebagaimana aku solat pada kali yang pertama, kemudian aku tidur lagi, aku melihat dalam mimipi bahwa aku dan sahabat-sahabatku menunggang keledai kelabu yang cepat, sedang orang-orang di depan kami mengendarai unta, mereka tidur di atas permadani yang dihamparkan di atasnya,  mereka berjalan pelan, sedang aku dan sahabat-sahabatku berusaha keras untuk menyusul mereka hingga kami kepayahan, maka kami memanggil: Wahai para pengendara ada apa ini, kami mengendarai keledai keledai yang cepat, sedang kalian mengendarai unta dengan pelan, kami berusaha untuk menyelip kalian namun tidak bisa?. Para pengendara itu menjawab: Sesungguhnya kami  adalah kaum yang ikut solat jamaah isya‘ yang akhir, sedang kalian solat sendirian, maka kalian tidak akan dapat menyusul kami. Ia berkata: lalu aku bergegas pergi kepada Muhamad bin Sirin, aku bercerita kepadanya ( tentang hal itu), maka beliau menjawab: ia (penjelasanku) sebagaimana yang kamu mimpikan…
Abdullah bin Muhamad bin Ja’far bercerita kepada kami, Abdullah bin Muhamad bin Imron bercerita kepada kami, pamanku Ayub bin Imron bercerita kepadaku, ia berkata: Aku dapat cerita dari Ghalib al-Qattani, ia berkata: Aku tertinggal solat isya‘ berjamaah, maka aku solat dua puluh lima kali untuk menggapai keutamaan, kemudian aku tidur, aku melihat dalam mimpi bahwa aku mengendarai kuda yang berlari kencang, sedang mereka di atas kendaraan dan kami tidak dapat mengejar mereka, maka dikatakan: itu karena mereka solat berjamaah sedang anda solat sendirian. ( Dan ada banyak riwayat lain yang mengkisahkan cerita ini dalam kitab al-hilyah).
Keenam: Dalam kitab (( Jawaanib min siroh al-Imam Abdul Aziz bin Baz)) hal 79, disebutkan:
Pada suatu hari Syekh Abdullah bin Baz punya janji setelah solat subuh. Namun beliau tidak solat di masjid, maka setelah solat kami pergai ke rumahnya, kami menunggu beliau, kami mengkhawatirkanya, lalu beliau keluar menemui kami, beliau menanyakan waktu, kami memberitahunya bahwa solat berjamaah telah selesai.
Ketika itu beliau – semoga Allah memberinya rahmat – letih pada malam harinya, beliau tidur sangat terlambat, dan setelah solat tahajud beliau berbaring dan tertidur, sedang tidak ada satu orang pun yang membangunkanya, atau membunyikan untuknya alarm jam, dan setelah beliau tahu bahwa orang-orang telah solat maka beliau solat dan berkata kepada dua sahabatnya, yaitu; Syekh Abdurahman al-Atiq dan Hamad bin Muhamad an-Nasir: ini adalah kali pertama aku ketingalan solat subuh!
Aku berkata: Semoga Allah merahmati mereka, begitulah mereka bersungguh-sungguh dalam ibadah dan muhasabah diri di saat melakukan kesalahan terkecilpun, jiwa-jiwa mereka bersih, obsesi mereka tinggi, dan mereka dikenang selamanya oleh orang-orang yang datang setelahnya…
Aku tidak tahu apakah masih ada hari ini orang-orang yang ketika ketinggalan solat lalu merasakan seperti yang mereka rasakan?!, para pelajar dan orang-orang soleh yang ketinggalan solat subuh berkali-kali itu, padahal mereka tidak menghidupkan malamnya dengan tahajud, tidak juga sepersepuluh malamnya, atau bahkan sepersepuluh dari sepersepuluh malamnya! Kemudian mereka tidak merasa sakit, tidak pula sedih, seakan-akan tidak punya dosa?!.
Bahkan anda bisa melihat sebagian mereka telah memiliki tradisi yang berkelanjutan, datang sekali dan absen berkali-kali, dan kalaupun hadir pasti terlambat, sehingga menjadi bahan pertanyaan dan sumber keraguan bagi orang-orang awam!
Ini adalah sisi lain dari banyak dampak permasalahan, perhatikan tokoh ini dalam pandangan meraka, omonganya tidak lagi dipercaya, begitu juga ilmu dan nasehatnya. Pernah terjadi seseorang dari kalangan awam menyalahkan anak-anaknya yang ketinggalan solat subuh, lalu ia membentak salah satu dari mereka saat berusaha membangunkanya, anak itu berucap: Jangan ganggu aku, pergi dan beri nasehat syekh(imam) terlebih dahulu!
Dan memang imam mereka suka absen dari solat subuh berjamaah.
Sekarang mari kita masuk dalam pembahasan tentang sarana-sarana yang dapat membantu kita agar mudah untuk bangun menunaikan solat subuh:
1.      Sarana yang paling utama adalah bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, memperhatikan perintah solat berjamaah. Apabilah seorang muslim memiliki perhatian terhadap perintah Allah terkait solat berjamaah, maka ia akan menemukan – dengan izin-Nya – kemudahan untuk bangun menunaikan solat subuh. Ini adalah sesuatu yang telah terbukti, seseorang yang tersibukan perhatianya dengan sesuatu, ia sering kali tidak akan nyenyak dalam tidurnya, ini sesuatu yang wajar, bahkan hal tersebut terjadi juga pada anak kecil, ketika ia dijanjikan akan diajak pergi tamasya di pagi hari, ia pasti bangun sebelum yang lainya, meski tidak ada seorangpun yang membangunkanya.
2.      Tidur di waktu awal (tidak larut malam), dan banyak orang yang mengetahui dengan detail batas waktu kapan ia harus tidur agar dapat bangun subuh, dan jika melampaui batas waktu tersebut ia pasti akan ketinggalan solat, maka dalam kondisi ini ia tidak boleh bergadang hingga melewati batas waktu yang dapat menyebabkanya jatuh ke dalam kelalaian dalam menunaikan kewajiban ini.
3.      Menggunakan alat-alat peringatan seperti alarm jam, handphone,dll. Namun ada sebagian orang yang karena terlalu nyenyak tidur hingga tidak dapat mendengar bunyi alarm, dan ada juga sebagian orang yang setiap kali mendengar bunyinya mematikanya tanpa kesadaran.
Dan ada beberapa cara untuk mengeraskan suara alarm, diantaranya:
Meletakanya di panci, atau membalikan panci dan meletakan alarm di atasnya, maka suaranya akan lebih tinggi. Begitu pula handphone, letakan dengan bel getar, dan taruh di atas panci, dan jika kamu di kamar dan kamu pakai panci yang yang melengkung-lengkung (tidak rata sisi-sisinya), maka bunyi suaranya akan menjadi seperti gempa, dan dapat membangunkan tetangga!
Adapun terkait orang yang suka secara tidak sadar mematikan alarm, maka bisa di atasi dengan memperbanyak alarm dan membedakan waktu bunyi masing-masing alarm, misalnya dengan memberi jarak antara masing-masing dengan beberapa menit, atau dengan cara mempencar tempat masing-masing alarm.
4.      Memanfaatkan teknologi pendingin pada musim panas. Sebagian AC dilengkapi dengan menu yang dapat mengatur waktu nyalah dan mati, dengan demikian dapat dilakukan setting mati satu jam atau beberapa jam sebelum waktu bangun yang diinginkan. Adapun AC yang tidak dilengkapi dengan teknologi ini, dapat ditambah dengan memasang alat kecil yang disebut dengan timer, caranya dipasang di dinding dapat dapat mengatur lama nyala AC selama dua belas jam, misalnya anda tidur jam satu malam, sedang anda ingin bangun jam tiga, maka letakan alat itu pada angka dua, sehingga Ac akan bekerja selama dua jam kemudian langsung mati setelah itu. Panas cukup dapat mengurangi tidur nyenyak meski mungkin masih belum dapat membangunkanmu sebelum bel alarm menyala.
5.      Dan diantara sarana-sarana untuk membangunkan adalah banyak minum sebelum tidur, dan tidak pergi ke toilet, niscaya rasa ingin buang air akan dapat membangunkanmu tanpa harus menggunakan jam alarm, dengan mencoba anda akan tahu kemanjuran cara ini, dan bagaimana cara ini dapat membantumu bangun pada waktu yang tepat.
6.      Terkadang manusia terpaksa harus bergadang karena suatu tuntutan, hingga ia merasa tidak akan dapat bangun pada waktu solat, maka solusinya adalah dengan merubah posisi tidur, atau merubah alas tidurnya, misalnya tidur di atas lantai tanpa alas, atau tanpa bantal di luar kamar tidurnya, dan begitu seterusnya selalu melakukan perubahan-perubahan yang dapat mengusir tidur yang nyenyak dan dapat meringankan proses bangun.
Inilah yang terlintas dalam benak sekarang, barangkali ada hal-hal yang terlintas dalam benak anda yang dapat menjadi point tambahan.
Wallahu a’lam semoga solawat dan salam senantiasa tercurah kepada Muhamad, keluarga dan sahabatnya.
Penulis : Abdurrahman bin Shalih Al Sudais
Penterjemah : Muh. Lutfi Firdaus
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

Penerbit : Islam House

Hukum Rekreasi Ke Candi

Pada asalnya, hukum rekreasi adalah mubah (boleh dilakukan). Akan tetapi, rekreasi tidak boleh menuju tempat-tempat maksiat. Karena umat Islam berkewajiban merubah kemungkaran jika melihatnya, dan menjauhi para pelaku maksiat. Jika umat Islam justru bergabung dengan para pelaku kemungkaran,  dikhawatirkan tertimpa adzab yang Allah Azza wa Jalla turunkan kepada mereka.
Rekreasi ke candi termasuk mendatangi kemungkaran. Karena di sana ada patung-patung yang disembah dan gambar-gambar makhluk bernyawa, pengunjung pun dibuat terkagum-kagum dengan tempat-tempat peribadahan orang-orang musyrik. Tempat semacam ini tidak pantas untuk didatangi dan dilestarikan. Sebab, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengusahakan supaya sarana-sarana (simbol-simbol) kemungkaran, terutama syirik lenyap. Pernah, beliau enggan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar atau patung makhluk bernyawa, sebagaimana para malaikat juga tidak mau memasukinya.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا اشْتَرَتْ نُمْرُقَةً فِيهَا تَصَاوِيرُ فَلَمَّا رَآهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عَلَى الْبَابِ فَلَمْ يَدْخُلْ فَعَرَفَتْ فِي وَجْهِهِ الْكَرَاهِيَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ مَاذَا أَذْنَبْتُ قَالَ مَا بَالُ هَذِهِ النُّمْرُقَةِ فَقَالَتْ اشْتَرَيْتُهَا لِتَقْعُدَ عَلَيْهَا وَتَوَسَّدَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ وَقَالَ إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ لاَ تَدْخُلُهُ الْمَلاَئِكَةُ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memberitakan bahwa beliau radhiyallahu ‘anhma membeli bantal duduk yang terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa-pen). Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di depan pintu saja, tidak masuk. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun melihat ketidaksukaan pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bekata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, dosa apakah yang telah aku lakukan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa pentingnya bantal duduk ini?” ‘Aisyah menjawab: “Aku membelinya agar engkau bisa duduk dan menggunakannya sebagai bantal.” Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya para pembuat gambar ini akan disiksa pada hari Kiamat. Dan akan dikatakan kepada mereka: Hidupkan apa yang telah ciptakan.” Dan beliau bersabda: “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (patung-patung) tidak akan dimasuki oleh para malaikat.” (HR. Al-Bukhari, no: 5957)
Oleh karena itu, di antara kewajiban pemerintah muslim adalah membersihkan wilayahnya dari kemungkaran-kemungkaran, termasuk menghancurkan patung-patung dan menghapus gambar-gambar bernyawa. Sebagaimana ditunjukkan hadits di bawah ini:
عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الاََسَدِيِّ قَالَ قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إلاَّ سَوَّيْتَهُ (وَلاَ صُورَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا)
Dari Abul Hayyâj al-Asadî, dia berkata: ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku: “Maukah engkau aku utus kamu untuk melakukan tugas yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusku dengannya: yaitu janganlah kamu membiarkan patung/gambar itu melainkan kamu hancurkan; dan janganlah kamu membiarkan kubur itu ditinggikan melainkan harus kamu ratakan.” (Pada lafazh lain: dan tidak pula gambar melainkan kamu hilangkan). (HR.Muslim: 969)
Adapun bagi masyarakat, kewajiban mereka hanyalah memberikan nasehat dan peringatan, karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk merubah kemungkaran dengan kekuatan, dan jika masyarakat bertindak tanpa izin pemerintah, kemungkinan akan timbul kemungkaran yang lebih besar. Wallahu a’lam.


Sumber: bukhari.or.id
melalui: http://abuayaz.blogspot.com/ http://www.konsultasisyariah.com/apa-hukum-rekreasi-ke-candi/

Jumat, 08 Agustus 2014

Hukum Makan Hewan Yang Hidup Di Dua Alam (Amfibi)

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Melanjutkan pembahasan hewan air, saat ini kita akan meninjau kelanjutannya yaitu mengenai hewan yang hidup di dua alam seperti buaya, katak, dan kura-kura. Bagaimanakah hukum untuk hewan-hewan ini, halal ataukah haram? Simak dalam tulisan berikut ini.
Hukum Asal Hewan yang Hidup di Dua Alam
Yang kami ketahui tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih dan tegas yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat) kecuali untuk katak. Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya kembali ke kaedah: “Hukum asal segala sesuatu itu halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
Perselisihan Ulama
Para ulama madzhab memiliki silang pendapat dalam masalah hewan yang hidup di dua alam (air dan darat). Rinciannya sebagai berikut.
Ulama Malikiyah: Membolehkan secara mutlak, baik itu katak, kura-kura (penyu), dan kepiting.
Ulama Syafi’iyah: Membolehkan secara mutlak kecuali katak. Burung air dihalalkan jika disembelih dengan cara yang syar’i.
Ulama Hambali: Hewan  yang hidup di dua alam tidaklah halal kecuali dengan jalan disembelih. Namun untuk kepiting itu dibolehkan karena termasuk hewan yang tidak memiliki darah.
Ulama Hanafiyah: Hewan yang hidup di dua alam tidak halal sama sekali karena hewan air yang halal hanyalah ikan.[1]
Haramnya Katak
Adapun dalil haramnya memakan katak adalah hadits,
أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا.
Ada seorang tabib menanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai katak, apakah boleh dijadikan obat. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk membunuh katak.” (HR. Abu Daud no. 5269 dan Ahmad 3/453. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Al Khottobi rahimahullah mengatakan, “Dalil ini menunjukkan bahwa katak itu diharamkan untuk dimakan. Katak termasuk hewan yang tidak masuk dalam hewan air yang dihalalkan.”[2]
Bolehkah berobat dengan katak?
Penulis ‘Aunul Ma’bud mengatakan, “Jika seseorang ingin berobat dengan katak tentu saja ia perlu membunuhnya. Jika diharamkan untuk membunuh, maka tentu saja dilarang pula untuk berobat dengannya. Katak itu terlarang, boleh jadi karena ia najis atau boleh jadi karena ia adalah hewan yang kotor.”[3]
Apakah Buaya Halal Dimakan?
Mayoritas ulama menyatakan bahwa buaya itu haram dimakan. Imam Ahmad rahimahullah memiliki pendapat,
يُؤْكَلُ كُلُّ مَا فِي الْبَحْرِ إِلَّا الضُّفْدَعَ وَالتِّمْسَاحَ
“Setiap hewan yang hidup di air boleh dimakan kecuali katak dan buaya.”[4]
Jika kita memakai pendapat ulama yang mengatakan bahwa hewan air itu menjadi haram jika ia memiliki kemiripan dengan hewan darat, maka jadinya buaya pun bisa diharamkan. Seperti kita ketahui bersama bahwa buaya adalah binatang bertaring dan ia memangsa buruannya dengan taringnya. Dari sini buaya bisa saja masuk dalam pelarangan hewan bertaring sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)
Namun qiyas (analogi) buaya dengan dalil di atas kuranglah tepat. Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan hafizhohullahmengatakan,
“Adapun para ulama yang memiliki pendapat dengan mengqiyaskan hewan air dengan hewan darat yang diharamkan, maka ini tidaklah tepat. Qiyas semacam ini bertentangan dengan nash (dalil tegas) yaitu firman Allah Ta’ala,
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan dari laut.” (QS. Al Maidah: 96).”[5]
Kami lebih tentram memilih pendapat yang mengatakan bahwa buaya itu halal dimakan karena tidak ada dalil tegas yang mengharamkannya sehingga kita kembalikan ke hukum asal, segala sesuatu itu halal. Jika kami menyatakan halal, bukan berarti wajib atau sunnah untuk dimakan, cuma boleh saja. Jika jijik atau tidak suka, yah silakan. Yang kami bahas adalah masalah hukumnya.
Pendapat Ulama Besar Mengenai Buaya, Kura-kura, Kepiting dan Landak Laut
Pertama: Fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia)
Pertanyaan: Apakah dibolehkan memakan kura-kura, kuda laut, buaya, landak laut? Ataukah hewan-hewan tersebut haram dimakan?
Jawaban:
Landak laut halal untuk dimakan. Hal ini berdasarkan keumuman ayat,
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145).
Hukum asal segala sesuatu adalah halal sampai ada dalil yang menyatakannya haram.
Adapun hewan kura-kura, sebagian ulama menyatakan boleh dimakan meskipun tidak disembelih. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan dari laut.” (QS. Al Maidah: 96).
Begitu pula dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang air laut,
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
Air laut itu suci dan bangkainya pun halal.” (HR. At Tirmidzi no. 69, An Nasai no. 332, Abu Daud no. 83, Ibnu Majah no. 386, Ahmad 2/361, Malik 43, Ad Darimi 729)
Akan tetapi untuk kehati-hatian, kura-kura tersebut tetap disembelih agar keluar dari perselisihan para ulama.
Adapun buaya, sebagian ulama menyatakan boleh dimakan sebagaimana ikan karena keumuman ayat dan hadits yang telah disebutkan. Sebagian lainnya mengatakan tidak halal. Namun yang rojih (pendapat terkuat) adalah pendapat pertama (yang menghalalkan buaya).
Adapun kuda laut, ia juga halal dimakan berdasarkan keumuman ayat dan hadits yang telah lewat, juga dihalalkan karena tidak adanya dalil penentang. Kuda yang hidup daratan itu halal dengan nash (dalil tegas), sehingga  kuda laut pun lebih pantas dinyatakan halal.
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.
[Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua; Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku wakil ketua; Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selaku anggota] [6]
Kedua: Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin
Dalam Fatawa Nur ‘ala Ad Darb, Syaikh rahimahullah mengatakan, “Seluruh hewan air itu halal bahkan untuk orang yang sedang ihrom. Orang yang sedang ihrom boleh baginya berburu di laut. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut (yang ditemukan dalam keadaan hidup) dan yang ditemukan dalam keadaan bangkai sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.” (QS. Al Maidah: 96)
Yang dimaksud “shoidul bahr” adalah hewan air yang ditangkap dalam keadaan hidup. Sedangkan yang dimaksud “tho’amuhu” adalah hewan air yang ditemukan dalam keadaan sudah mati. Ayat tersebut menerangkan (yang artinya), “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut (yang ditemukan dalam keadaan hidup)”. Secara tekstual (zhohir ayat), tidak ada yang mengalami pengecualian dalam ayat tersebut. Karena “shoid” dalam ayat tersebut adalah mufrod mudhof. Sedangkan berdasarkan kaedah mufrod mudhof menunjukkan umum (artinya: seluruh tangkapan hewan air adalah halal, pen), sebagaimana pula dalam firman Allah Ta’ala,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya” (QS. Ibrahim: 34). Mufrod mudhof dalam kata nikmat menunjukkan atas seluruh nikmat.
Jadi pendapat yang menyatakan halalnya seluruh hewan air (tanpa pengecualian), itulah yang lebih tepat. Sebagian ulama mengecualikan katak, buaya, dan ular (yang hanya hidup di air). Mereka menyatakan hewan-hewan ini tidak halal. Namun pendapat yang tepat hewan-hewan tadi tetap halal (kecuali katak, pen). Seluruh hewan air itu halal, baik ditangkap dalam keadaan hidup maupun bangkai. [Fatawa Nur ‘ala Ad Darb, kaset no. 129, side A[7]]
Dalam Liqo’ Al Bab Al Maftuh, Syaikh rahimahullah ditanya, “Apa hukum makan katak, ular (yang hanya hidup di air), dan kepiting?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Kalau kita melihat keumuman firman Allah Ta’ala,
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut (yang ditemukan dalam keadaan hidup) dan yang ditemukan dalam keadaan bangkai sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan” (QS. Al Maidah: 96), menunjukkan bahwa hewan-hewan tersebut halal kecuali katak. Ia bukanlah hewan air. Katak hidup di darat dan di air sehingga ia tidak masuk dalam keumuman ayat tadi. [Liqo’ Al Bab Al Maftuh kaset no. 112, side B[8]]
Beliau juga ditanya dalam kajian Nur ‘ala Ad Darb, “Daging buaya dan kura-kura itu halal dimakan ataukah haram? Karena kami menemukan makanan semacam itu di negeri kami, Sudan. Berilah penjelasan pada kami. Barakallahu fiikum.”
Beliau menjawab, “Semua hewan air itu halal, baik yang ditangkap dalam keadaan hidup maupun bangkai. Allah Ta’ala berfirman,
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut (yang ditemukan dalam keadaan hidup) dan yang ditemukan dalam keadaan bangkai sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan” (QS. Al Maidah: 96) Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa “shoidul bahr” maknanya adalah hewan air yang ditangkap hidup-hidup. Sedangkan “tho’amuhu” adalah hewan air yang ditangkap dalam keadaan mati. Akan tetapi sebagian ulama katakan bahwa buaya itu tidak halal karena buaya termasuk hewan yang bertaring. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang memakan hewan yang bertaring baik itu hewan buas. Sedangkan hewan darat piaraan (jinak) yang bertaring pun diharamkan.  Akan tetapi, zhohir (tekstual) surat Al Maidah ayat 69 menunjukkan akan halalnya buaya. [Fatawa Nur ‘ala Ad Darb, kaset no. 137, side A]
Syaikh rahimahullah pernah menyannggah orang yang mengharamkan buaya dengan alasan bahwa buaya itu bertaring. Syaikh menyatakan bahwa yang dimaksud larangan dalam hadits adalah untuk hewan darat yang bertaring. Sedangkan hewan buas yang hidup di air, maka ia memiliki hukum tersendiri. Oleh karena itu, dihalalkan memakan ikan hiu. Padahal ikan hiu juga memiliki taring yang digunakan untuk memangsa buruannya. (Lihat Syarhul Mumthi’, 15/34-35)[9]
Ulama saat ini yang juga menghalalkan buaya adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah(Fatwanya, 23/24) sebagaimana beliau pun mendukung pendapat ini dalam Fatwa Al Lajnah Ad Daimah yang telah lewat.[10]
Ringkasan: Penjelasan ini menunjukkan bahwa buaya, kura-kura dan kepiting itu halal dimakan. Halalnya hewan-hewan ini sesuai dengan pendapat ulama Malikiyah karena mereka menganggap setiap hewan air itu halal.[11]
Sedangkan ulama yang menyatakan bahwa kepiting dan kura-kura itu haram karena dianggap jijik (khobits), maka ini perlu ditinjau. Karena khobits (jijik) itu bukanlah dalil tegas akan haramnya sesuatu. Adapun, katak ada dalil tegas yang menunjukkan akan haramnya karena ia termasuk hewan yang tidak boleh dibunuh.
Lalu bagaimana cara membunuh kepiting dan kura-kura agar jadi halal?
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni menyatakan, “Setiap hewan air yang bisa hidup di daratan, maka tidak halal kecuali dengan disembelih. Contohnya adalah burung air, kura-kura, dan anjing laut. Kecuali jika hewan tersebut tidak memiliki saluran darah seperti kepiting. Kepiting itu dihalalkan walaupun tidak dengan cara penyembelihan. Imam Ahmad pernah ditanya,
السَّرَطَانُ لَا بَأْسَ بِهِ .قِيلَ لَهُ : يُذْبَحُ ؟ قَالَ : لَا
“Kepiting itu tidak mengapa dimakan (baca: halal), lantas bagaimana ia disembelih? Imam Ahmad menjawab, “Tidak perlu disembelih.”
Demikian karena memang penyembelihan itu berlaku bagi hewan yang mengeluarkan darah. Dagingnya bisa jadi halal dengan cara mengeluarkan darah dari tubuhnya. Hewan yang tidak ada mengalir darah dalam tubuhnya tidak butuh untuk disembelih.”[12]
Artinya, kepiting disembelih di daerah mana pun yang membuat ia mati, tetap membuatnya halal.[13]
Kesimpulan Mengenai Hewan Air
Mengenai hewan air dapat kami ringkas sebagai berikut:
Pertama: Hukum seluruh hewan air (yang hanya hidup di air) adalah halal. Begitu pula, hukum asal hewan air yang hidup di dua alam (air dan darat) adalah halal.
Kedua: Katak itu haram karena ada dalil yang melarang membunuhnya. Ada kaedah, setiap hewan yang dilarang dibunuh, maka tidak boleh dimakan.
Ketiga: Buaya itu halal, berbeda dengan pendapat mayoritas ulama.
Keempat: Ular yang hanya hidup di air juga halal karena ia termasuk dalam keumuman ayat,
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut (yang ditemukan dalam keadaan hidup) dan yang ditemukan dalam keadaan bangkai sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan” (QS. Al Maidah: 96). Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang mengharamkannya.
Kelima: Hewan air yang bisa hidup di dua alam (darat dan laut) seperti anjing laut, kura-kura, burung laut, juga boleh dimakan asalkan dengan jalan disembelih. Kecuali jika hewan tersebut tidak memiliki darah seperti kepiting.
Keenam: Setiap hewan air yang membawa dampak bahaya ketika dikonsumsi, tidak boleh dimakan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa’: 29)
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”  (QS. Al Baqarah: 195)
Ringkasnya, hewan yang hidup di air itu halal kecuali katak dan hewan lainnya yang dapat membawa dampak bahaya ketika dikonsumsi. Wallahu a’lam bish showab.
Selesai sudah pembahasan kami seputar hewan air. Semoga bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Muhammad Abduh Tuasikal
Diselesaikan di Panggang-GK, 11 Jumadits Tsani 1431 H, 24/05/2010



[1] Al Ath’imah, hal. 91-92.
[2] ‘Aunul Ma’bud, 10/ 252.
[3] ‘Aunul Ma’bud, 10/252
[4] Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi, Abul ‘Alaa Al Mubarakfuri, 1/189, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah
[5] Al Ath’imah, hal. 88.
[6] Soal kedelapan dari Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 5394, 22/320.
[8] Idem.
[9] Idem.
[10] Idem.
[11] Pendapat Malikiyah telah kami sebutkan di awal tulisan.
[12] Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, 11/83, Darul Fikr.
[13] Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, 2/1601, Multaqo Ahlul Hadits.


Radio Rodja 756AM