Bismillah. Bentuk kesenian apa saja yang dibolehkan
dalam Islam? Bagaimana tentang kesenian yang marak di daerah Yogya seperti Jathilan/Kuda Lumping?
Jazakumullahu khoir.
Jazakumullahu khoir.
Jawab :
Seni adalah: kesanggupan
akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi.
(http://kamusbahasaindonesia.org/seni/mirip)
Dan asalnya gerakan manusia, termasuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (kesenian) adalah boleh sampai ada dalil yang melarang (lih. Al-Mustashfa oleh imam Al-Ghazali hal.159).
Di dalam seni yang dikenal orang pada zaman sekarang ada yang boleh dan ada yang tidak boleh, tapi kalau dibandingkan, maka apa yang diperbolehkan lebih banyak dari yang tidak.
Diantara yang diperbolehkan: Sastra, arsitektur, dan beladiri dll selama tidak ada unsur di dalamnya yang bertentangan dengan syariat. Diantara yang tidak diperbolehkan adalah seni musik
Masalah kedua:
sepengetahuan saya, kuda lumping tidak lepas dari unsur meminta tolong kepada jin dan Musik.
Dan asalnya gerakan manusia, termasuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (kesenian) adalah boleh sampai ada dalil yang melarang (lih. Al-Mustashfa oleh imam Al-Ghazali hal.159).
Di dalam seni yang dikenal orang pada zaman sekarang ada yang boleh dan ada yang tidak boleh, tapi kalau dibandingkan, maka apa yang diperbolehkan lebih banyak dari yang tidak.
Diantara yang diperbolehkan: Sastra, arsitektur, dan beladiri dll selama tidak ada unsur di dalamnya yang bertentangan dengan syariat. Diantara yang tidak diperbolehkan adalah seni musik
Masalah kedua:
sepengetahuan saya, kuda lumping tidak lepas dari unsur meminta tolong kepada jin dan Musik.
Bukhari membawakan dalam Bab “Siapa yang
menghalalkan khomr dengan selain namanya” sebuah riwayat dari Abu ‘Amir atau Abu
Malik Al Asy’ari telah menceritakan bahwa dia tidak berdusta, lalu dia
menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيَكُونَنَّ مِنْ
أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ
وَالْمَعَازِفَ ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ
عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ ، يَأْتِيهِمْ – يَعْنِى الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ
فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا . فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ
الْعَلَمَ ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Sungguh, benar-benar
akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera,
khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng
gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka
untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’
Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada
mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari
kiamat.” (Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq dengan lafazh jazm/ tegas) Jika
dikatakan menghalalkan musik, berarti musik itu haram.
Hadits di atas dinilai
shahih oleh banyak ulama, di antaranya adalah: Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyahdalam Al Istiqomah (1/294) dan Ibnul
Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan (1/259). Penilaian
senada disampaikan An Nawawi, Ibnu Rajab Al Hambali, Ibnu
Hajar dan Asy Syaukani –rahimahumullah-.
Memang, ada sebagian
ulama semacam Ibnu Hazm dan orang-orang yang mengikuti
pendapat beliau sesudahnya seperti Al Ghozali yang menyatakan
bahwa hadits di atas memiliki cacat sehingga mereka pun
menghalalkan musik. Alasannya, mereka mengatakan bahwa sanad hadits ini munqothi’ (terputus)
karena Al Bukhari tidak memaushulkan sanadnya (menyambungkan sanadnya).
Untuk menyanggah hal ini, kami akan kemukakan 5 sanggahan sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah:
Pertama, Al Bukhari betul bertemu dengan Hisyam
bin ‘Ammar dan beliau betul mendengar langsung darinya. Jadi, jika Al
Bukhari mengatakan bahwa Hisyam berkata, itu sama saja
dengan perkataan Al Bukhari langsung dari Hisyam.
Kedua, jika Al Bukhari belum pernah mendengar
hadits itu dari Hisyam, tentu Al Bukhari tidak akan mengatakan dengan lafazh jazm (tegas).
Jika beliau mengatakan dengan lafazh jazm, sudah pasti beliau
mendengarnya langsung dari Hisyam. Inilah yang paling mungkin, karena sangat
banyak orang yang meriwayatkan (hadits) dari Hisyam. Hisyam adalah guru
yang sudah sangat masyhur. Adapun Al Bukhari adalah hamba yang sangat tidak
mungkin melakukan tadlis (kecurangan dalam periwayatan).
Ketiga, Al Bukhari memasukkan hadits ini dalam
kitabnya yang disebut dengan kitab shahih, yang tentu saja
hal ini bisa dijadikan hujjah (dalil). Seandainya hadits
tersebut tidaklah shahih menurut Al Bukhari, lalu mengapa beliau memasukkan
hadits tersebut dalam kitab shahih?
Keempat, Al Bukhari membawakan hadits ini
secara mu’allaq (di bagian awal sanad ada yang terputus).
Namun, di sini beliau menggunakan lafazh jazm (pasti, seperti
dengan kata qoola yang artinya dia berkata) dan bukan tamridh (seperti
dengan kata yurwa atau yudzkaru, yang artinya
telah diriwayatkan atau telah disebutkan). Jadi, jika Al Bukhari mengatakan, “Qoola:
qoola Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam [dia mengatakan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ...]”, maka
itu sama saja beliau mengatakan hadits tersebut disandarkan pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kelima, seandainya berbagai alasan di atas kita
buang, hadits ini tetaplah shahih dan bersambung karena
dilihat dari jalur lainnya, sebagaimana akan dilihat pada hadits
berikutnya (Lihat Ighatsatul Lahfan, 1/259-260)
لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ
أُمَّتِى الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ
بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ يَخْسِفُ اللَّهُ بِهِمُ الأَرْضَ وَيَجْعَلُ
مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ
“Sungguh, akan ada
orang-orang dari umatku yang meminum khamr, mereka menamakannya dengan selain
namanya. Mereka dihibur dengan musik dan alunan suara biduanita. Allah akan
membenamkan mereka ke dalam bumi dan Dia akan mengubah bentuk mereka menjadi
kera dan babi. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih)
Masalah ketiga, yaitu
mempertontonkan aurat:
فَاتَّقُوا
الدُّنيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَائِيْلَ
كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Berhati-hatilah terhadap dunia
dan berhati-hatilah pada kaum wanita, karena sesungguhnya fitnah
pertama yang menimpa Bani Israil adalah karena wanita.” (HR. Muslim no. 2742, At-Tirmidzi no.
2191, dan lainnya)
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi
Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda”
( صنفان من أهل النار لم أرهما قوم معهم سياط كأذناب البقر
يضربون بها الناس ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة لايدخلن
الجنة ولا يجدن ريحها وان ريحها لتوجد من مسيرة كذاوكذا )
رواه أحمد ومسلم في الصحيح .
رواه أحمد ومسلم في الصحيح .
“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum
aku melihat keduanya,
1. Kaum yang membawa cemeti
seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia [maksudnya penguasa yang dzalim],
2. dan perempuan-perempuan
yang berpakaian tapi telanjang, cenderung kepada kemaksiatan dan membuat orang
lain juga cenderung kepada kemaksiatan. Kepala-kepala mereka seperti
punuk-punuk unta yang berlenggak-lenggok. Mereka tidak masuk surga dan tidak
mencium bau wanginya. Padahal bau wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan
sekian dan sekian waktu [jarak jauh sekali]”.
(HR. Muslim dan yang lain).
Penjelasan Hadits Menurut Para Ulama:
Imam An Nawawi dalam Syarh-nya atas kitab
Shahih Muslim berkata:
“Hadis ini merupakan salah satu mukjizat
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam. Apa yang telah beliau
kabarkan kini telah terjadi…
Adapun “berpakaian tapi telanjang”, maka ia
memiliki beberapa sisi pengertian.
Pertama, artinya adalah mengenakan
nikmat-nikmat Allah namun telanjang dari bersyukur kepada-Nya.
Kedua, mengenakan pakaian namun telanjang
dari perbuatan baik dan memperhatikan akhirat serta menjaga ketaatan.
Ketiga, yang menyingkap sebagian tubuhnya
untuk memperlihatkan keindahannya, mereka itulah wanita yang berpakaian namun
telanjang.
Keempat, yang mengenakan pakaian tipis
sehingga menampakkan bagian dalamnya, berpakaian namun telanjang dalam satu
makna.
Sedangkan “maa`ilaatun mumiilaatun”, maka
ada yang mengatakan: menyimpang dari ketaatan kepada Allah dan apa-apa yang
seharusnya mereka perbuat, seperti menjaga kemaluan dan sebagainya.
“Mumiilaat” artinya mengajarkan
perempuan-perempuan yang lain untuk berbuat seperti yang mereka lakukan.
Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” itu
berlenggak-lenggok ketika berjalan, sambil menggoyang-goyangkan pundak.
Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” adalah
yang menyisir rambutnya dengan gaya condong ke atas, yaitu model para pelacur
yang telah mereka kenal.
“Mumiilaat” yaitu yang menyisirkan rambut
perempuan lain dengan gaya itu.
Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” maksudnya
cenderung kepada laki-laki.
“Mumiilaat” yaitu yang menggoda laki-laki
dengan perhiasan yang mereka perlihatkan dan sebagainya.
Dari cerita yang
saya dengar jin diminta masuk ke penari supaya mendapatkan kekebalan dan untuk
meminta bantuan ini dukun menggunakan cara yang tidak benar. Jadi kesimpulannya
itu tidak boleh.
Kalaupun seandainya tidak memakai jin tetap saja ada unsur yang tidak dibolehkan dalam seni itu yaitu musik, jadi tetap saja tidak diperbolehkan. Sampai sampai mereka lalai waktu...
Wallahu ta’ala a’lam
Kalaupun seandainya tidak memakai jin tetap saja ada unsur yang tidak dibolehkan dalam seni itu yaitu musik, jadi tetap saja tidak diperbolehkan. Sampai sampai mereka lalai waktu...
Wallahu ta’ala a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar